Memberi nasehat itu mudah. Hampir semua orang mampu memberi nasehat. Yang sulit itu mengamalkan nasehat bagi pemberi nasehat maupun yang dinasehati.
Pemberi nasehat harus menjaga dua perkara:
- Keikhlasan ketika memberi nasehat. Tidak berharap ingin disanjung atau pujian lainnya. Terlebih di media sosial keikhlasan amat dibutuhkan. Ketika yang melike sedikit terasa sedih, tapi ketika yang melike banyak menjadi senang.
Dahulu Abdurrohman bin Mahdi pernah bertanya kepada gurunya, “aku punya majelis setiap jumat pagi. Bila yang hadir banyak aku gembira dan bila sedikit aku sedih?” Gurunya berkata, “itu majelis yang buruk, tinggalkan saja.” Semenjak itu ibnu mahdi tak pernah lagi mengajar di sana. (Siyar Adz Dzahabi, 9/196). - Mengamalkan nasehat. Karena Allah membenci orang yang mengucapkan sesuatu yang ia tidak amalkan. Bahkan orangnya terancam diadzab dalam kuburnya. Na’udzu billah min dzalik.
Yang diberi nasehat pun harus menjaga dua perkara:
- Menerima nasehat dengan hati yang lapang. Karena itu adalah tanda keikhlasan.
adz Dzahabi rahimahullah berkata, “Tanda orang ikhlas itu adalah apabila diingat kesalahannya ia tidak merasa panas hatinya tidak juga ngeyel. Justru ia mengaku kesalahannya dan mendoakannya, “Semoga Allah merahmati orang yg mengingatkan kesalahanku.” (Siyar Adz Dzahabi, 13/439). - Menjauhi sifat yang buruk. Ketika seseorang diberi nasehat yang ia pikirkan bukan dirinya. Tapi malah bergumam, “Nasehat ini cocok buat si fulan dan si anu nih.” Padahal seharusnya yang hendaknya dia pikirkan adalah untuk dirinya terlebih dahulu.
Semoga bermanfaat.